Sidat jepang | ||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Klasifikasi ilmiah | ||||||||||||||
|
||||||||||||||
Nama binomial | ||||||||||||||
Anguilla japonica Temminck & Schlegel, 1846 |
Ukuran panjang tubuh dewasa 1 m hingga 1,3 m. Bentuk tubuh gilig memanjang langsing. Warna tubuh abu-abu pada bagian punggung, namun bagian perut berwarna putih. Kepala berujung membulat, mata bulat, mulutnya besar. Sidat ini tidak memiliki sirip perut, tapi memiliki sirip punggung dan sirip dubur yang bersambungan dengan sirip ekor. Kulit licin, memiliki selaput lendir, tapi juga memiliki sisik di bawah kulit. Sisik sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop. Sidat jepang diketahui memiliki sisik terkecil di dunia.
Warna tubuh sidat liar pada bagian punggung abu-abu bercampur biru kehijauan, dan sebagian di antaranya berwarna kuning pada bagian perut. Betina pada masa bertelur menunjukkan warna pembiakan, punggung berubah warna menjadi hitam, bagian perut menjadi putih perak, dan sirip dada membesar.
Populasi sidat jepang dan belut air tawar lainnya di seluruh dunia telah merosot dengan drastis. Penurunan populasi ini kemungkinan disebabkan perubahan kondisi perairan yang mengganggu kembalinya larva sidat yang disebut leptocephali ke sungai-sungai.
Tim peneliti Universitas Tokyo pada tahun 2006 berhasil menemukan lokasi bertelur sidat jepang. Berdasarkan spesimen pra-leptocephali yang baru menetas, usia 2 hingga 5 hari dan teridentifikasi secara genetik, lokasi bertelur sidat jepang diketahui berada di gunung dasar laut Suruga di sebelah barat Kepulauan Mariana (14–17° N, 142–143° E). Di lokasi yang sama, sidat jepang dewasa juga berhasil ditangkap pada tahun 2008 oleh ilmuwan dari Dinas Riset Perikanan Jepang.
Sidat dewasa bermigrasi ribuan kilometer dari sungai-sungai di Asia Timur ke lokasi tempat bertelur dalam keadaan kelaparan. Leptocephali menetas di laut terbuka dan terbawa oleh Arus Kuroshio ke utara ke habitat air tawar mereka di Asia Timur, tempat mereka mengonsumsi plankton. Setelah besar, mereka memasuki sungai-sungai dan melakukan perjalanan ke hulu tempat mereka menjadi sidat dewasa. Sidat jepang diketahui sering keluar dari air pada waktu malam dan melata di darat. Pakan terutama udang, serangga, dan ikan kecil.
Dalam bahasa Jepang, sidat jepang disebut unagi, dan dimakan setelah dipanggang cara kabayaki. Unagi kabayaki dihidangkan sebagai unadon dan sebagai neta untuk sushi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar