Translate

IFFC mengundang anda bergabung dan ikut serta dalam pengembangan dari site ini, dalam prosesnya banyak kemungkinan yang bisa terjadi. hal ini tak terlepas dari kunjungan, komentar dan saran dari anda semua yang sangat kami harapkan. dengan kerja keras diharapkan nantinya akan menjadi salah satu site terlengkap yang menghadirkan berbagai artikel, kiat-kiat, saran dan info terkini mengenai frehwater fish.

Saya mengapresiasi kunjungan anda dan sangat menghargai junker yang selalu meninggalkan jejak bukan seorang silent rider yang cuman jadi tukang intip. Hargailah hasil karya blogger dalam pengadaan thread dengan meninggalkan jejak walau hanya beberapa patah kata.

klik sharing --> mempromosikan site
klik fans page --> berlangganan kiriman via FB
klik
join this site --> terkait dengan IFFC

Sabtu, 29 Oktober 2011

LUMBA LUMBA BAIJI

 
Baiji (Hanzi; Pinyin: báijìtún) (Lipotes vexillifer, Lipotes berarti “tertinggal di belakang”, vexillifer “pembawa bendera”) adalah lumba-lumba air tawar yang hanya dapat ditemui di sungai Yangtze, Tiongkok. Lumba-lumba ini disebut “Dewi Yangtze” (Hanzi sederhana ; Hanzi tradisional; Pinyin: Cháng Jiāng nǚshén) di Tiongkok, selain itu, lumba-lumba ini juga disebut Lumba-lumba sungai Tiongkok, Lumba-lumba sungai Yangtze, Beiji, Lumba-lumba sirip putih dan Lumba-lumba Yangtze. Daftar merah IUCN tahun 2007 mengklasifikasi Baiji sebagai spesies kritis, dan kemungkinan spesies ini telah punah. Populasi Baiji menurun dengan drastis pada beberapa dekade karena industrialisasi Tiongkok dan penggunaan sungai untuk memancing, transportasi dan hidrolistrik.

Penglihatan Baiji terakhir dikonfirmasi tahun 2004, dengan penglihatan yang tidak dapat dikonfirmasi pada Agustus 2007. Usaha dilakukan untuk menyelamatkan spesies ini, tetapi ekspedisi lumba-lumba air tawar Yangtze 2006 gagal untuk menemukan Baiji di sungai ini. Organisator menyatakan Baiji “punah secara fungsional”, yang akan membuatnya sebagal spesies mamalia air pertama yang punah sejak kepunahan singa laut Jepang dan anjing laut biarawan Karibia tahun 1950-an. Kepunahannya juga akan menjadi kepunahan pertama spesies cetacean.
Pada bulan November dan Desember lalu, sejumlah ilmuwan menyusuri Sungai Yangtze dengan dua kapal riset, lengkap dengan alat monitor visual maupun audio. Mereka mencari lumba-lumba air tawar, yang disebut Baiji. Dalam penelitian sebelumnya di tahun 1997, para peneliti memperkirakan populasi lumba-lumba ini tinggal 13 ekor saja. Namun menurut sebuah survei terbaru -berdasarkan temuan resmi yang sudah dipublikasikan- para peneliti tidak menemukan satu ekor Baiji pun. Laporan terakhir menyimpulkan, lumba-lumba itu telah punah. Bila terbukti, ini bakal menjadi isu punahnya spesies mamalia laut yang pertama di dunia, selama lebih dari 50 tahun. Elise Potaka melaporkan soal temuan itu dan akan laporannya akan dibawakan oleh Sri Lestari. Pria ini sedang menceritakan kisah kuno. Dia mengatakan, di masa lalu, seorang laki-laki jatuh cinta pada perempuan cantik di pinggiran Sungai Yangtze. laki-laki itu segera menyadari, kalau sang perempuan punya kebiasaan aneh. Tak lama setelah itu dia menemukan, perempuan itu sebenarnya adalah seekor lumba-lumba Baiji, yang berubah wujud menjadi manusia.

 Cerita itu, hanyalah salah satu dari sejumlah kisah dongeng Cina lainnya, yang terkait dengan lumba-lumba Baiji. Menurut para nelayan di Sungai Yangtze, lumba-lumba adalah dewi sungai itu. Namun hampir 50 tahun, Baiji terancam punah. Yu Xiao Yang adalah pembuat forum online, yang didedikasikan untuk lumba-lumba itu. “Ada 100 anggota yang terdaftar dalam forum ini dan mereka semua tahu,kalau upaya perlindungan Baiji tidak ditingkatkan, mereka bakal punah.” Forum itu dibuat, setelah baiji terakhir yang bernama Qi Qi, mati dalam penangkaran, tahun 2002 silam. Kini, sudah lebih dari tiga tahun, sejak warga melihat seekor lumba-lumba Baiji dalam habitatnya. Akibatnya, sejumlah ilmuwan meminta status lumba-lumba itu ditingkatkan dari status sangat teranacam punah menjadi punah. Berarti, meski beberapa ekor Baiji masih tersisa, populasi ini sudah tidak kelihatan lagi. Namun, para pemerhati perlindungan satwa, masih punya secercah harapan. Seperti yang dijelaskan Dermot O’Gorman dari WWF di Cina. “Kami pikir masih terlalu dini untuk menyatakan lumba-lumba Baiji sudah punah. Itu karena dua alasan. Meski mereka melakukan survei yang komprehensif, ada sejumlah anak sungai yang tidak dilewati. Dan berdasarkan kategori yang ditentukan organisasi konservasi alam internasional IUCN, sebuah spesies dinyatakan punah kalau sudah tidak terlihat selama 50 tahun.“ Masyarakat Cina sudah tahu soal status lumba-lumba Baiji. Dalam kebudayaan Cina, lumba-lumba disebut sebagai dewi sungai. Namun pada akhir tahun 1950-an ketika Mao Ze Dung mencanangkan program “Lompatan Jauh Ke Depan, status itu dihapus. Sehingga lumba-lumba diburu untuk daging dan kulitnya. Sadar bahwa jumlah mereka turun drastis, pemerintah Cina menyatatakan Baiji, sebagai aset nasional. Dan penangkapan atau pemburuan baiji tetap tergolong ilegal. Tapi kini, lumba-lumba menghadapi ancaman lainnya, yang sebagian besar muncul dari dampak proses industrialisasi besar-besaran, di sepanjang Sungai Yangtze. “Salah satunya adalah polusi di sungai. Menurut saya, sungai semakin rusak akibat polusi yang terjadi sepanjang dekade lalu. Yang kedua, lalu lintas sungai yang terus meningkat. Banyak kapal barang, lalu lalang di sepanjang Sungai Yangtze. Jadi tidak hanya mengganggu pemancingan dan migrasi lumba-lumba tapi juga langsung menyakiti mereka dengan baling-baling kapal dan sejenisnya. Di sungai itu juga ada bendungan hidolistrik yang terbesar di dunia, yang disebut ‘Three Gorges’. Bendungan ini, dengan bendungan kecil lainnya, berdampak pada tempat perkembangbiakkan Baiji dan habitatnya.

Seperti yang dijelaskan oleh Yu Xiao Yang dari situs Baiji.com. “Bendungan berdampak ke jumlah ikan dan juga makanan Baiji. Selain itu bisa mengganggu perkembangbiakkan mereka.” Beberapa tahun belakangan, pemerintah Cina bukan saja semakin dihadapkan pada nasib Baiji, tetapi juga keadaan Sungai Yangtze itu sendiri. Awal tahun ini, sejumlah peneliti Cina menggambarkan sungai itu, sudah parah, bagiakan sakit kanker. Alhasil pemerintah berupaya mengatasinya, dengan membuat sejumlah kebijakan pembersihan sungai. Namun Dermot O’Gorman dari WWF mengatakan, masih banyak yang harus di lakukan pada tingkat akar rumput. “Menurut saya, yang harus dilakukan untuk melindungi lumba-lumba Baiji atau lumba-lumba yang tidak bersirip, adalah tindakan konservasi yang lebih kuat lagi di tingkat pemerintah provinsi.” Meski sejumlah kelompok pelestarian di tingkat lokal, sedang berupaya keras Yu Xiao Yang yakin bahwa upaya mereka terbatas karena pendanaan atau birokrasi. Dia percaya, pemerintah pusat harus lebih banyak bertindak.

 “Pengaruh pemerintah Cina sangat kuat, sementara organisasi sipil hanya punya pengaruh kecil. Jadi pemerintah harus lebih memperhatikan hal ini.” Yu Xiao Yang mengatakan nasib lumba-lumba Baiji, dan perjuangan untuk melestarikannya, lebih dari sekadar melindungi satu spesies saja. Ini merupakan tanda perjuangan Cina, untuk menyeimbangkan pembangunannya dengan perlindungan lingkungan. “Kalau akhirnya lumba-lumba punah, itu juga suatu tanda. Kalau pembangunan ekonomi dan industrialisasi mengalahkan upaya perlindungan. Dan hewan lainnya bisa jadi akan mengalami nasib yang sama.” Para pemerhati perlindungan alam khawatir, lumba-lumba yang tak bersirip yang hidup di Sungai Yangtze, juga akan terancam punah, seperti lumba-lumba baiji.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Facebook Fans Page

Exit Jangan Lupa Like Ya