Sebuah ekspedisi ilmiah ikhtiologi kembali menemukan satu jenis baru
ikan pelangi/rainbow Papua. Penemuan ini telah dideskripsi dengan nama
ilmiah Melanotaenia fasinensis. Jenis baru ini ditemukan di
sungai Fasin, Kampung Ween, gugusan kali Kladuk, 25 km sebelah barat
danau Ayamaru, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat.
Spesimen ini adalah hasil survey yang telah dilakukan sejak ekspedisi
pertama Rainbowfish 2007 di daratan kepala Burung Papua. Ikan Rainbow
Fasin ini terlihat menarik, dibalut warna dominan merah darah pada
bagian tengah hingga ekor, tutup insang dironai biru baja berhias
percikan warna emas pada bagian atas, sedangkan bagian abdomennya
terpencar noktah biru terang hingga bagian belakang sirip pektoralnya.
Sirip transversalnya dipertegas dengan 7-8 baringan strip merah-pinka,
dan kedua sirip dorsalnya dibordir refleks merah violet diakhiri fluks
putih pada ujung sirip dorsalnya. “Nama “fasinensis” merujuk nama
habitat sebagai penghormatan terhadap daerah habitat dimana ikan
tersebut ditemukan”, jelas Kadarusman, peneliti Akademi Perikanan
Sorong-BPSDM.KP.
Dalam publikasi jurnal ilmiah yang sama, tim ini juga berhasil menemukan kembali M. ajamaruensis,
jenis rainbow kharismatik yang sudah dinyatakan punah secara sains
sejak dideskripsikannya pada 1980. Spesies dengan warna fantastik ini
hidup di sungai karstik Kaliwensi, Soroang. Sayangnya habitat di
Kaliwengsi mengancam kelangsungannya, karena sungai ini terlintang hanya
sepanjang kurang dari 1 km, dan diperparah dengan desakan aktivitas
demografis. Untuk membuktikan kebenaran penemuan kembali spesies ini,
dilakukan koreksi ke Museum Naturalis di Leiden-Belanda untuk mengukur
Holo-Paratype nya. ” Data komparatif merujuk pada deskripsi originalnya,
berarti memang benar Rainbow Ajamaru (telah) ditemukan kembali”, terang
Laurent Pouyaud, peneliti IRD Perancis.
Masih dalam jurnal yang sama, jenis rainbow lainnya, M. parva
asal danau Kurumoi, Bintuni, dijelaskan bahwa kondisinya saat ini sudah
terancam punah. Rainbow Kurumoi ini sudah tidak ditemukan di dalam
danau yang kini didominasi spesies eksotik Oreochromis mossambicus,
minoritas populasinya yang terdesak hanya bisa ditemukan dari bekas
outlet danau berupa selokan (40-50 cm), drainase danau ini sebelumnya
bermuara ke sungai Yakati. Sungai besar Yakati sendiri dihuni oleh M. angfa, jenis rainbow lain yang berwarna mega kuning keemasan.
Sejak G.R Allen, ahli taksonomi ikan internasional, mengunjungi danau
Kurumoi 20 tahun silam, ia pun sudah mendokumentasikan ancaman habitat
pada spesies unik ini. Kondisi danau saat ini sangat dramatis
memperihatinkan dan diperkirakan kering habis kurang dari 10 tahun
mendatang.
Etape ekspedisi Kurumoi sendiri menjadi pengalaman heroik, karena
hampir merenggut nyawa 2 anggota tim. Kondisi medan yang berat, jauhnya
perjalanan, persiapan logistik dan ancaman ganasnya buaya Yakati adalah
beberapa rintangan yang harus dilalui.
Lebih lanjut, Sudarto, anggota tim sekaligus peneliti BRKP.KKP
menjelaskan bahwa koleksi spesimen hidup saat ini menjadi satu-satunya
harapan generatif untuk upaya konservasi eks-situ.
Riset ini terlaksana di bawah bendera kerjasama yang didukung penuh
oleh seluruh Dinas Perikanan se Papua Barat dan Balai Taman Nasional
Teluk Cendrawasih. Ekspedisi ilmiah ini bertujuan adalah untuk mengkaji
studi historis evolusinya, sistematika, domestikasi dan mengupayakan
peluang konservasinya, demikian dijelaskan Kadarusman yang saat ini yang
saat ini juga menempuh PhD di University of Paul Sabatier, Perancis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar