Translate

IFFC mengundang anda bergabung dan ikut serta dalam pengembangan dari site ini, dalam prosesnya banyak kemungkinan yang bisa terjadi. hal ini tak terlepas dari kunjungan, komentar dan saran dari anda semua yang sangat kami harapkan. dengan kerja keras diharapkan nantinya akan menjadi salah satu site terlengkap yang menghadirkan berbagai artikel, kiat-kiat, saran dan info terkini mengenai frehwater fish.

Saya mengapresiasi kunjungan anda dan sangat menghargai junker yang selalu meninggalkan jejak bukan seorang silent rider yang cuman jadi tukang intip. Hargailah hasil karya blogger dalam pengadaan thread dengan meninggalkan jejak walau hanya beberapa patah kata.

klik sharing --> mempromosikan site
klik fans page --> berlangganan kiriman via FB
klik
join this site --> terkait dengan IFFC

Minggu, 29 Desember 2013

Rainbow Jenis Baru (Melanotaenia fasinensis)

Sebuah ekspedisi ilmiah ikhtiologi kembali menemukan satu jenis baru ikan pelangi/rainbow Papua. Penemuan ini telah dideskripsi dengan nama ilmiah Melanotaenia fasinensis. Jenis baru ini ditemukan di sungai Fasin, Kampung Ween, gugusan kali Kladuk, 25 km sebelah barat danau Ayamaru, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat.


Spesimen ini adalah hasil survey yang telah dilakukan sejak ekspedisi pertama Rainbowfish 2007 di daratan kepala Burung Papua. Ikan Rainbow Fasin ini terlihat menarik, dibalut warna dominan merah darah pada bagian tengah hingga ekor, tutup insang dironai biru baja berhias percikan warna emas pada bagian atas, sedangkan bagian abdomennya terpencar noktah biru terang hingga bagian belakang sirip pektoralnya. Sirip transversalnya dipertegas dengan 7-8 baringan strip merah-pinka, dan kedua sirip dorsalnya dibordir refleks merah violet diakhiri fluks putih pada ujung sirip dorsalnya. “Nama “fasinensis” merujuk nama habitat sebagai penghormatan terhadap daerah habitat dimana ikan tersebut ditemukan”, jelas Kadarusman, peneliti Akademi Perikanan Sorong-BPSDM.KP.

Dalam publikasi jurnal ilmiah yang sama, tim ini juga berhasil menemukan kembali M. ajamaruensis, jenis rainbow kharismatik yang sudah dinyatakan punah secara sains sejak dideskripsikannya pada 1980. Spesies dengan warna fantastik ini hidup di sungai karstik Kaliwensi, Soroang. Sayangnya habitat di Kaliwengsi mengancam kelangsungannya, karena sungai ini terlintang hanya sepanjang kurang dari 1 km, dan diperparah dengan desakan aktivitas demografis. Untuk membuktikan kebenaran penemuan kembali spesies ini, dilakukan koreksi ke Museum Naturalis di Leiden-Belanda untuk mengukur Holo-Paratype nya. ” Data komparatif merujuk pada deskripsi originalnya, berarti memang benar Rainbow Ajamaru (telah) ditemukan kembali”, terang Laurent Pouyaud, peneliti IRD Perancis.

Masih dalam jurnal yang sama, jenis rainbow lainnya, M. parva asal danau Kurumoi, Bintuni, dijelaskan bahwa kondisinya saat ini sudah terancam punah. Rainbow Kurumoi ini sudah tidak ditemukan di dalam danau yang kini didominasi spesies eksotik Oreochromis mossambicus, minoritas populasinya yang terdesak hanya bisa ditemukan dari bekas outlet danau berupa selokan (40-50 cm), drainase danau ini sebelumnya bermuara ke sungai Yakati. Sungai besar Yakati sendiri dihuni oleh M. angfa, jenis rainbow lain yang berwarna mega kuning keemasan.

Sejak G.R Allen, ahli taksonomi ikan internasional, mengunjungi danau Kurumoi 20 tahun silam, ia pun sudah mendokumentasikan ancaman habitat pada spesies unik ini. Kondisi danau saat ini sangat dramatis memperihatinkan dan diperkirakan kering habis kurang dari 10 tahun mendatang.

Etape ekspedisi Kurumoi sendiri menjadi pengalaman heroik, karena hampir merenggut nyawa 2 anggota tim. Kondisi medan yang berat, jauhnya perjalanan, persiapan logistik dan ancaman ganasnya buaya Yakati adalah beberapa rintangan yang harus dilalui.

Lebih lanjut, Sudarto, anggota tim sekaligus peneliti BRKP.KKP menjelaskan bahwa koleksi spesimen hidup saat ini menjadi satu-satunya harapan generatif untuk upaya konservasi eks-situ.

Riset ini terlaksana di bawah bendera kerjasama yang didukung penuh oleh seluruh Dinas Perikanan se Papua Barat dan Balai Taman Nasional Teluk Cendrawasih. Ekspedisi ilmiah ini bertujuan adalah untuk mengkaji studi historis evolusinya, sistematika, domestikasi dan mengupayakan peluang konservasinya, demikian dijelaskan Kadarusman yang saat ini yang saat ini juga menempuh PhD di University of Paul Sabatier, Perancis.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Facebook Fans Page

Exit Jangan Lupa Like Ya